Koran Bali Post Hari Minggu

By | Januari 14, 2024
|

Koran Bali Post Hari Minggu – Dalam suasana perayaan HUT Kota Denpasar ke-226 pada 27 Februari mendatang, menarik untuk menelusuri gambaran Kota Denpasar dalam puisi-puisi penyair mancanegara.

Pada tahun 1981, penyair Australia Dr. RF Brisden mungkin singgah di Denpasar Kota tersebut menginspirasinya untuk menulis puisi berjudul “Berjalan Menyusuri Jalan Thamrin” (Down Jalan Thamrin).

Koran Bali Post Hari Minggu

Koran Bali Post Hari Minggu

Bukan sisi wisata Jalan Thamrin yang indah, tapi sisinya yang membosankan dan sibuk, terungkap dalam tiga baris pertama puisi: “Jalan Thamrin di Denpasar / dibuat oleh kaki – / kaki manusia, kuda, anjing, babi , ternak.

Kompas Dan The Jakarta Post Cetak

Puisi itu diterjemahkan dan menginspirasi Jacques Cunty Cunty dalam mitos puitis; Pilihan puisi dari Australia (1991), diedit oleh Brisden dan Sapardy Jock Damon. Sebelum rencana penerbitan buku tersebut, Brisden biasa dipanggil Bob.

Sepeninggalnya, Bob tak hanya mewarisi mitos tersebut, namun juga meninggalkan salah satu sudut kota Denpasar pada masanya. Puisinya tentang Jalan Thamrin menangkap suasana sudut kota Denpasar ini dalam kacamata seorang penyair asal Australia.

Persepsi Bob terhadap Denpasar sebagai orang Australia tampaknya berbeda dengan persepsi wisatawan Australia pada umumnya. Jika wisatawan melihat budaya asing, Bob melihat sekilas kehidupan kota yang bising dengan gemuruh mobil, jalanan berdebu, tangki bensin, dan kotoran babi.

Pada tahun 1981, saat puisi ini ditulis, Jalan Thamrin terasa “selibat”. Jalannya beraspal, terdapat toko-toko lokal serta bioskop Teater Wisata Di toko-toko banyak toko yang menjual baju-baju lucu, jeans, dan kaset lagu-lagu pop Indonesia atau Barat. Lantas, sangat mengejutkankah Jalan Thamrin yang dikenalkan Ali Bob kepada pembaca di Australia dalam puisinya?

Pura Tampaksiring Bali Jadi Destinasi Libur Lebaran Yang Diminati

Meski menggambarkan lingkungan Jalan Thamrin yang ramai dilalui kendaraan dan ternak, Bob juga terinspirasi untuk mengekspresikan pancaran romantisme kota Denpasar di Jalan Thamrin. Pada level terakhir, yaitu level ketiga, setelah menggambarkan bayi sedang mengumpulkan sampah, Bob mengkontraskan citra lemah tersebut dengan menggambarkan dirinya berpakaian putih bersih, mengendarai sepeda ringan, dan memiliki bunga di setang. . Sepeda

Puisi itu berakhir di situ, namun sebagai pembaca kita bisa berasumsi bahwa anak laki-laki itu sedang mengayuh sepedanya untuk menemui kekasihnya. Di sini, aspek romantis yang tersirat dihadirkan secara tumpang tindih dengan hostel di Denpasar.

Kita tidak tahu apakah sang bocah akan menemukan cintanya atau hanya bertepuk sebelah tangan, seperti kisah romantis pencari cinta dalam lagu “Denpasar Bulan” yang dipopulerkan penyanyi asal Filipina, Maribeth. tahun 1990-an. Tema lagu ini adalah tragis-romantis Seorang pencari cinta yang dilanda cinta ingin bertemu kekasihnya di sudut jalan tempat mereka pertama kali bertemu saat bulan purnama, namun pertemuan itu sia-sia.

Baca Juga:  Jadwal Tes Pppk Non Guru 2021

Koran Bali Post Hari Minggu

Lirik pembuka lagu ini adalah: Bulan denpasar, bersinar di jalan yang kosong / Aku kembali ke tempat itu / Bulan denpasar, bersinarlah cahayamu dan biarkan aku melihat / Bahwa cintaku menungguku di sana / Artinya: “Penuh bulan denpasar, bersinar di jalan yang sunyi / tempat aku bertemu / bulan purnama denpasar, bersinarlah cahayamu, agar aku dapat melihat / agar kekasihku menungguku.”

Denpasar Di Mata Seorang Penyair Australia

Seperti kota-kota lain di dunia, Denpasar memiliki sisi kehidupan dan ketenangan romantisnya Lirik lagu “Denpasar Bulan” berisi tentang kehampaan romantisme Denpasar, sedangkan harapan romantisme Denpasar di mata penyair asal Australia. Ada kecenderungan bahwa pesatnya perkembangan seni rupa di Bali tidak dibarengi dengan berkembangnya kritik terhadap karya seni tersebut Apakah karena kurangnya kritikus yang terampil menguasai teknik mengkritisi suatu karya seni? Atau menjadi kritikus seni kurang menjanjikan dari segi finansial? Apa sebenarnya “permainan” dibaliknya, agar kritik tidak lagi menggigit dan tidak mempan?

Hal itu muncul dari diskusi atau workshop seni rupa bertema “Kontekstualitas Kritik Seni Rupa di Bali” yang diadakan oleh mahasiswa PSSRD Universitas Udayana yang tergabung dalam “Mahasenarayan” pada tanggal 20 Februari 2002 di Museum Sidik Jari Wantilan. , Denpasar Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Arif B. Prasetho, I Nyoman Sukaya dan I Ketut Murdana yang dimoderatori oleh Pande Gede Supada. Selain mahasiswa PSSRD, mahasiswa dan dosen STSI Denpasar juga turut serta dalam diskusi tersebut, para seniman dan pecinta seni.

Diakui Arif B. Prasetio, ada perkembangan pesat seni rupa di Bali, namun tidak mengembangkan kritik terhadapnya. Bukan hanya di Bali, tapi juga secara nasional. Ia mencontohkan ambivalensi peran ganda kritikus – pemerhati seni rupa sekaligus kurator galeri, sehingga pembahasan karya hanya menonjolkan sisi baik saja, sehingga menghindari pengamatan dan pembahasan sisi buruk. Hal ini tentu menimbulkan keraguan dan kekhawatiran akan asal muasal “krisis” dalam kritik seni rupa

Menurut Arif, penyebab utama krisis ini adalah kurangnya kritikus yang bisa diandalkan. Meski pengkritiknya berasal dari kalangan akademis, namun belakangan ini sebagian besar dari mereka telah kehilangan kredibilitas dan menunjukkan ketidakstabilan demi kepentingan agresivitas pasar dan aliran modal seni rupa. Pasar seni rupa, termasuk para pengkritiknya, tampil kuat dalam praktik “kolonisasi”. Akibatnya, lahirlah tugas-tugas yang tidak begitu rumit secara obyektif Hal ini menunjukkan kompleksitas pekerjaan para kritikus yang “menempati banyak posisi” – seperti kurator, konsultan dan pembuat katalog, jurnalis, dan lain-lain.

Baca Juga:  Lowongan Kerja Di Mendalo Jambi

News Tercepat Dan Terlengkap

Dikenal sebagai penulis seni rupa, kurator galeri, penyair, penulis esai, penerjemah, dan mantan jurnalis, Arif menambahkan, “Tidak masalah jika kritikus berada pada posisi yang sama.” Yang lebih berharga adalah karya penting, yang harus kreatif, sejajar dan independen (mandiri) serta lebih kaya dari apa pun yang dilukis oleh senimannya. Kritik sangat diperlukan saat ini demi pembangunan bangsa dan pendidikan Berbeda dengan masa Orde Baru, kritik dianggap menjelek-jelekkan dan harus dibatasi Jika teknik dan teori yang rumit sekarang begitu banyak, rumit dan kuat, bagaimana dengan penerapannya?

Tampaknya metode kritik akademis tidak diterapkan secara konsisten dalam praktik Perbedaan teori dan praktik kritik seni serupa di dunia sastra Indonesia yang telah lama menjadi kontroversi dan perdebatan. Menurut Arif, isi karya kritis bergantung pada posisi subyektif pengamatnya, lalu mengapa harus mengedepankan kritik obyektif? Yang terpenting, apa yang ditampilkan dalam keseluruhan tampilan karya seni adalah tanggung jawab yang juga dianggap sebagai “karya kreatif”. Dengan demikian, tidak perlu membuang-buang tenaga atau bingung, khawatir atau khawatir seorang kritikus seni akan memposisikan dirinya sebagai penulis atau sejenisnya. Yang penting adalah apa yang diungkapkan dan argumen apa yang mengarah pada kesimpulan ungkapan itu

Tak tersentuh seperti Arif, I Ketut Murdana, alumnus PSSRD Unud STSI Denpasar, melihat banyak pameran seni rupa yang terlewatkan tanpa pemberitaan atau ulasan dan kritik yang memadai. Meskipun isu-isu mendasar seperti luasnya pemahaman, kedalaman dan tingkat apresiasi, serta iklim kritik dianggap stabil, proses penciptaan seni terus berkembang.

Koran Bali Post Hari Minggu

Masih banyak bidang penting yang belum tersentuh wacana tersebut, apalagi sejak muncul konsep seni yang berakar pada ragam budaya seni tradisional nusantara. Perdebatan panjang mengenai makna dan nilai yang diberikan seniman berbeda dari sudut pandang kritik seni itu sendiri Universitas seni di Indonesia banyak mengadakan diskusi dan seminar ilmiah mengenai topik ini Di satu sisi berpedoman pada teori dan cara pandang Barat, di sisi lain menyerap teori-teori Barat dan menciptakan sistem sesuai budayanya sendiri. Upaya para ahli di bidang akademik harus bertekad membentuk sistem nilai dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan iklim budayanya sendiri.

Kpu Undur Sosialisasi, Berkah Untuk Kiswah Female

Sedangkan pemberitaan dan ulasan seni rupa tidak menyentuh bidang-bidang pekerjaan yang kritis dan esensial Banyak pecinta seni yang terjebak dalam iming-iming calo dan peran kritikus pun kian menghilang seolah ditelan bumi, melucuti kejujuran nilai dan makna yang diberikan seniman. Tentu bisa dibayangkan bagaimana wajah dan kondisi apresiasi seni rupa ke depan Murdana mengatakan, “Kondisinya menjadi tanggung jawab perguruan tinggi seni, bila perlu mendirikan program studi kritis seni.” Faktanya, mahasiswa masuk perguruan tinggi hanya untuk menjadi pelukis, bukan kritikus, yang gajinya sangat kecil dibandingkan tanggung jawab yang diembannya. Pemberdayaan guru-guru di perguruan tinggi seni rupa untuk menulis di majalah, surat kabar, dan jurnal ilmiah untuk promosi sebagaimana dianjurkan oleh Dirjen Dikti dan secara sirkular telah memberikan dampak positif terhadap tuntutan akan kualitas dan karya tulis ilmiah. Kebutuhan masyarakat yang cukup besar

Baca Juga:  Gopay Paylater Bisa Digunakan Untuk Apa Saja

Menurut Murdana, diskusi juga mendorong tumbuhnya iklim menulis yang kondusif Kritik terhadap sandblasting didasarkan pada pemikiran yang “ideal” dan “teladan”, yaitu proses pembelajaran yang aktif secara teori dan praktek. Selain itu, cara pandang yang mendefinisikan kehidupan sebagai suatu proposisi yang mempunyai “fungsi” dapat menciptakan bentuk-bentuk kebudayaan dan seni dengan tingkat efisiensi yang tinggi, namun tidak mampu menjelaskan gagasan dibaliknya. Jadi seorang kritikus tidak berdiri sendiri, ia adalah seorang praktisi sekaligus guru Kenyataan itu bertentangan dengan pandangan Barat yang memandang kritik sebagai “memberi komentar atau memutuskan tentang baik dan buruk”.

Jika kritikus memberikan jalan keluar, berarti kritikus tersebut berada di area sasaran yang benar Tujuan kritik adalah menghidupkan seni melalui bahasa seni, menjembatani bahasa visual menjadi bahasa tulisan yang dapat dipahami masyarakat. Sudah saatnya para penulis lokal yang memahami konsep seni lokal mengoreksi pandangan salah penulis asing

Pembicara terakhir yakni I Nyoman Sukaya yang merupakan Rektor PSSRD Unud menilai kiprah sang seniman didukung oleh kritik yang baik. Bagi Sukaya, Bali masih kekurangan kritikus setia yang mampu mendukung perkembangan seni tersebut Menurutnya arti kritik haruslah menyepakati, “kritik” (dalam bahasa Inggris: क्रिट्य) artinya mengamati, membandingkan, memerintahkan, menimbang dan menilai. Kritik berarti kritik, reaksi, penilaian baik/buruk suatu karya, pendapat, dan lain-lain (Kamus).

Balipost.com Online Apk For Android Download

Koran jakarta post hari ini, koran bali post hari ini lowongan kerja, koran pontianak post hari ini, koran bali post kemarin, koran lombok post hari ini, koran bali post hari ini, koran malut post hari ini, bali post hari minggu, lowongan kerja di koran bali post, bali post koran, koran banjarmasin post hari ini, berita koran bali post hari ini

Tinggalkan Balasan